Kelas Literasi Ibu Profesional
Hari ini aku memutuskan untuk
bergabung dalam KLIP --- Kelas Literasi Ibu Profesional.
Bermula dari tak sengaja melihat
postingan di akun instagram institut ibu
profesional pagi tadi, ku baca perlahan caption
yang tertulis dan mencoba mencari informasi lebih banyak sebelum benar-benar
memutuskan untuk bergabung.
Entah apa yang membuatku
memutuskan untuk benar-benar bergabung kelas ini. Kemudian bergegas memulai
menulis tulisan pertamaku di tahun 2020 setelah memastikan anakku telah
tertidur pulas. Sepertinya semangatku sedang berada di puncaknya. Padahal, awal
bulan --- yang juga awal tahun --- kemarin, aku baru saja mengurungkan niatku
untuk mengikuti event #30HariBercerita yang mengharuskan aku menulis setiap
hari sebulan penuh.
‘Ah, gak bisa lah kayaknya aku komitmen’, pikirku
Tapi kemudian aku bergabung dalam
kelas yang mengharuskan aku untuk menulis setahun penuh! Aneh? Ajaib! >.<
Pasalnya aku adalah tipikal orang
yang tidak bisa menulis jika tidak dibuai ketenangan. Maka sejak anakku lahir,
rasanya sulit sekali mendapatkan waktu yang pas untuk menulis. Ketika anak dan
suamiku terlelap, rasanya aku juga ingin berada diantara mereka. Yaa, walaupun
sebenarnya tulisanku juga bukan apa-apa. Apalagi, (lagi-lagi) setelah anakku
lahir, buku-buku jarang sekali tersentuh olehku. Makin-makin saja otakku buntu. Ah, namun bukan berarti aku
menyalahkan kehadiran sosok mungil dan menggemaskan yang kami --- aku dan suami
--- tunggu-tunggu selama dua setengah tahun pernikahan kami atas lalainya diri.
Aku dan suamiku belum lama ini
kembali bersama setelah melalui LDM --- Long
Distance Marriage --- selama kurang lebih setahun. Kami menjalani LDM saat
masa-masa kehamilanku hingga anakku berusia 7 bulan. Aku tinggal sementara
bersama orangtuaku di Kota Depok, sedang suamiku bekerja di Pulau Bangka.
Sebelum aku hamil, kami menjalani masa-masa ‘pacaran’ yang lumayan lama, kami
menghabiskan waktu bersama sepanjang hari selain saat suamiku bekerja. Kantor
suamiku juga selalu dekat dengan tempat tinggal kami, jadi waktu bersama kami
tidaklah di potong dengan kemacetan dan hal-hal lain yang khas di kota-kota
besar. Dulu, aku memiliki banyak waktu untuk mengobrol dan berdiskusi dengan
suamiku. Maka begitu kagetnya aku sekarang setelah memiliki seorang anak dan mendapati
banyak hari kami lalui tanpa diskusi, bahkan sekadar obrolan ringan berdua. Apalagi
aku adalah Ibu Rumah Tangga, yang setiap hari di rumah dan berjibaku dengan hal
itu-itu saja dan bertemu dengan dia lagi – dia lagi.
Beberapa hari lalu aku menyadari
temanku yang baru saja memiliki anak menjadi sering sekali sharing di instagram storiesnya
tentang hal apa saja. Dari hal-hal yang berat seperti persoalan pernikahan
hingga cerita-cerita kelewat-receh tentang bagaimana obrolannya dengan driver ojek online yang baru saja ia tumpangi. Tidak lama setelah menyadari hal
itu, aku mendapati temanku yang seperti memiliki hobi baru. Ibu muda yang juga
berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga, menjadi gemar sekali merekam dan
membagikan kegiatan memasaknya di IG TV
akun pribadi miliknya. Dan tak sengaja ku baca reply comment di salah
satu postingan instagramnya,
“Ah ini mah cuma healing aja.
Daripada stress mikirin kerjaan rumah yang gak selesai-selesai, mending ngoceh
aja deh sendiri di sosmed, hehehe.”, begitu kurang lebih katanya.
Dari sini aku menyadari,
sepertinya bukan aku saja yang terkadang suntuk dengan pekerjaan rumah yang
setiap hari di lakukan tapi tak kunjung selesai. Bukan aku saja yang memiliki
banyak rasa yang harus di tumpahkan. Bukan aku saja yang butuh media untuk
menyalurkan kata-kata demi mengalirkan emosi yang tertumpuk setiap harinya.
Oh, mungkin ini, yang
meyakinkanku untuk bergabung dalam kelas-menulis-setahun-penuh alih-alih
event-menulis-sebulan-penuh.
Haha.
Entahlah!
Yang jelas, di mulai pada hari
ini, aku berharap, menulis bisa menjadi obat bagiku yang sering cemberut karena
ditinggal tidur suami yang telah lelah bekerja.
Dan syukur-syukur, bisa
bermanfaat buat kamu!
J
Muntok, 15 Januari 2020.
Komentar
Posting Komentar